Bersama Cerpen Hidup Terasa Lebih Bergairah

A.M. Mustafa
3 min readSep 2, 2023

--

Pixabay
Pixabay

Salah satu hal yang membuat saya merasa terus tumbuh sebagai manusia adalah membaca. Bagi saya, menjalani hidup tanpa aktivitas membaca bagaikan makhluk sebatang kara yang hanyut dalam kehampaan. Tak bisa memandang dunia dan kehidupan yang fana ini secara lebih adil dan proporsional.

Saya merasakan panca indera saya semakin tajam seiring dengan banyaknya saya membaca. Penglihatan semakin terang, pendengaran semakin jelas, penciuman semakin kuat, perasa semakin peka, dan peraba semakin objektif dalam memandang dan menyikapi sesuatu. Semakin berhati-berhati dan tenang pula dalam bersikap atas apapun yang terlintas dan menghampiri setiap fase hidup saya.

Semakin banyak membaca, pandangan hati dan akal saya juga semakin baik. Setidaknya itu yang saya rasakan. Saya semakin menikmati perjalanan hidup saya sendiri, juga semakin sadar bahwa hidup ini bukanlah ajang pertunjukkan atau perlombaan untuk lebih baik dari orang lain, tapi lebih baik dari diri saya hari kemarin, menjadi pribadi yang terus meningkat kualitasnya.

“Hidup saya adalah milik saya yang harus saya nikmati dan jalani prosesnya.”

Selain itu, dengan terus membaca, semakin saya menyadari akan betapa maha luasnya ilmu Tuhan. Dan betapa sangat masih bodohnya saya dengan begitu sedikitnya ilmu dan pengetahuan yang sudah saya ketahui. Kesadaran ini terus tertanam dalam benak saya untuk jangan pernah berhenti belajar dan membaca dalam keadaan apapun.

Kesadaran ini juga terus memupuk diri saya untuk tidak memiliki rasa angkuh, merasa lebih berpengetahuan dari yang lainnya. Karena di atas yang berilmu ada yang lebih berilmu, dan di atas orang yang paling berilmu sekalipun masih ada Tuhan sang pemilik ilmu itu sendiri. Seruan sekaligus pesan Imam Al-Ghazali untuk ‘menjadi orang awam yang baik’ selalu mengakar dan tumbuh mekar memenuhi rongga jiwa saya.

Dari sekian banyak jenis bacaan di dunia ini, cerita pendek (Cerpen) adalah salah satu favorit bacaan yang tidak boleh saya tinggalkan setiap harinya. Minimal satu Cerpen saya khatamkan untuk penyempurna sarapan pagi, atau kawan pengusir sepi di kala senggang, atau pengiring lelap tidur di malam hari. Dengan terus membacanya setiap hari, saya merasa hidup ini lebih berwarna dan bergairah. Imajinasi dan nalar saya terus terasah, kepekaan akan realita hidup semakin membuat saya terbelalak, empati dan nurani saya juga semakin sensitif.

Melewatkan membaca Cerpen dalam satu hari adalah pengkhianatan besar terhadap diri saya sendiri. Saya sudah menganggapnya sebagai kebutuhan primer yang jika ditinggalkan akan membuat saya lunglai dan hilang arah. Mungkin banyak yang menganggap jika ini berlebihan dan terlalu lebay, tapi saya tak peduli dengan komentar dan penilaian siapapun selagi saya tidak merugikan mereka.

Hidup ini terlalu berharga untuk peduli dengan nyinyiran orang lain. Hidup ini terlalu singkat jika harus membiarkan pikiran kita dipenuhi bayang-bayang penilaian dari orang-orang yang selalu menganggap kita buruk. Bukankah begitu?

Membaca Cerpen seperti disuguhkan dunia baru. Cerpen adalah dunia fiksi yang diciptakan oleh pengarangnya, yang lahir/terinspirasi dari fakta dunia nyata berdasarkan hasil pengalaman dan pengamatannya. Namun, meskipun fiksi, terkadang cerita-cerita dalam Cerpen lebih terasa nyata daripada realita kehidupan yang sesungguhnya.

Cerpen merupakan anak zaman yang menggambarkan realita zaman itu sendiri. Tentu akan berbeda nuansa dan pesan yang disuguhkannya antara Cerpen masa klasik dengan Cerpen masa pertengahan, modern, atau kontemporer. Khususnya Cerpen-cerpen yang bergenre realistik–jenis Cerpen yang saya sukai–yang selalu dipengaruhi latar belakang, lingkungan, dan sosial-masyarakat pengarangnya.

Saya tak bisa membayangkan jika saja zaman dulu tradisi Mesir kuno tidak mengawalinya. Tidak lahir anekdot-anekdot pada tradisi penceritaan lisan di masa kekaisaran Romawi. Tidak digemarinya kisah-kisah yang disampaiakan dalam bentuk puisi berirama kala itu. Tidak membuminya fabel dari Yunani berupa cerita-cerita rakyat yang sarat akan nuansa pesan moralnya. Cerita-cerita lisan tidak berkembang menjadi cerita-cerita tertulis, sebelum mengalami perkembangan pesat pada abad XIX M. Mungkin tidak akan ada yang namanya Cerpen. Di Nusantara sendiri, Cerpen diawali oleh M. Kasim bersama Suman HS. awal tahun 1910-an dengan cerita-ceritanya yang menghibur. Hingga berkembang pesat pada era-era selanjutnya.

Saya akan terus membacanya, sampai kapanpun. Karena saya sangat menikmatinya. Panjang umur Cerpen!

*
— A.M. Mustafa | Beranda kamar | Sleman, 2 September 2023.

--

--

A.M. Mustafa
A.M. Mustafa

Written by A.M. Mustafa

"Menulis adalah sebuah keberanian". ~Pram

No responses yet